Suara piring terbang dan cacian
sumpah serapah selalu hadir mengawali pagi harinya Mbah Mun. Kakek tua yang sudah berumur lebih
dari 1 abad ini masih kokoh berdiri. Ia tidak pernah tahu kapan tanggal
lahirnya. Namun ia masih ingat saat ia berjuang bersama temannya melawan
penjajah. Bukti dari perjuangannya ada bekas luka di tangan sebelah kirinya tertembus peluru. Ia
tinggal di pinggiran kali yang tidak jauh dari kota. Mbah Mun, begitulah
tetangganya memanggilnya karena wibawa, kejujuran dan kebaikannya membuat
tetangganya selalu membutuhkannya. Tetapi bukan itu saja, panggilan Mbah Mun
karena ia selalu Muncul setiap ada orang
yang sedang dilanda masalah. Pernah suatu pagi ada keluarga yang sudah hampir
30 tahun menikah dan mempunyai 6 orang anak bertengkar hebat masalah perceraian.
Mbah Mun kemudian lewat depan rumahnya dan berdiri di depan pintu.
Mari masuk Mbah?” tiba-tiba ada suara dari dalam
mempersilakan masuk.
Kemudian Mbah Mun berjalan mundur untuk bergegas masuk. Ia diam tanpa bicara sepatah
katapun. Kemudian Mbah Mun pamit untuk pulang.
Sontak saja, keluarga yang ada di
dalam rumah itu bingung akan tingkah lakunya. Namun setelah beberapa hari keluarga
itu menjadi keluarga yang harmonis hingga sekarang. Tidak ada lagi
pertengkaran, cacian dan main tangan. Begitulah salah satu cara Mbah Mun
menyatukan keluarga yang dilanda masalah. Rumah yang didatanginya sampai
sekarang menjadi keluarga yang baik.
Aneh memang, tetapi itulah
faktanya. Konon dulu sewaktu masih muda Mbah Mun merupakan orang yang paling
jujur dalam hidupnya. Baik perkataan maupun perbuatan. Pernah ia mendapatkan
uang Rp.100,- kemudian Mbah Mun rela mencari orang yang kehilangan uang itu
selama 1 bulan berjalan kaki. Setelah tidak mendapatkannya, Mbah Mun memberikan
uang tersebut untuk masjid.
Pernah juga ada remaja yang sudah
menikah muda karena umurnya masih belasan. Mereka sudah 3 tahun menikah tetapi belum
juga dikaruniai anak dan rumah tangganya sering konflik. Saat itu Mbah Mun
sedang duduk di atas batu sambil memancing ikan di kali dekat rumahnya dan
mendengarkan suara kasar.
“Dasar suami tidak bisa bikin anak!!” sentak
istrinya
“Istri gak tahu diri, suami capek pulang kerja selalu
saja disambut kata kasar!! Tidak ada terima kasihnya”. “Plaaak, Plaaak”
tamparan itu melayang ke pipi istrinya.
Mbah Mun yang mendegar itu kemudian naik
meninggalkan kailnya dan membawa ikan 2 ekor yang baru didapatkannya . Kemudian
menuju rumah tadi yang bertengkar dan
masuk tanpa izin,
“Nak, tidak ada manusia sempurna, rumah tanggamu
harus di jaga, jangan main pukul dan jangan mengucapakan kata cerai untuk istrimu.
Hiduplah dengan penuh kejujuran.. Ini saya berikan dua ekor ikan semoga tidak
lama lagi kalian akan punya anak”
Mbah Mun kemudian pergi begitu saja
dan suami-istri tadi belum sempat mengucapkan terima kasih. Terdengar kabar
setelah 5 bulan suami-istri yang sudah menikah 5 tahun itu hamil dan hidup
bahagia. Mereka berdua kemudian ke rumah
Mbah Mun sambil membawa beras dan bahan pokok lainnya. Namun Mbah Mun
menolaknya, karena ia sudah tua tidak butuh makanan sebanyak itu.
“Berikan sama orang miskin dan anak jalanan yang membutuhkannya?”
begitu jawabnya.
Mbah Mun menjadi cermin kejujuran
dan jiwa sosial yang lahir di tengah persoalan yang tak kunjung usai ; korupsi
yang membudaya, konflik yang menggurita, pelecehan seksual dan perilaku
masyarakat yang semena-mena. Mbah Mun muncul dalam kesederhaan dan kesucian
hatinya. Menolong tidak butuh balasan, ikhlas berbudi tidak perlu di puji. Ia lahir
di tengah kemiskinan moral masyarakat yang menyakitkan.
Suatu senja tetangga tidak
mendapati lagi kabar Mbah Mun. Pintu rumahnya sudah tertutup. Tetangga yang sedang
ada masalah rindu akan sosoknya. Mbah Mun dulunya tinggal sendiri di dekat kali
kotor yang penuh sampah itu tidak lagi menampakkan diri. Tiba-tiba ada seorang
kakek yang datang saat mendung pekat membumbung ke udara. Tetangga heran dan bertanya
pada kakek yang lewat tetapi asing bagi masyarakat sekitar. Kakek tersebut bercerita bahwa Mbah Mun merupakan teman
seperjuangannya tetapi sudah meninggal saat usia masih muda. Ia tertembak.
Masyarakatpun kaget dan masih dihantui penasaran. Siapa Mbah Mun yang selama
ini selalu membantunya.
Tag :
Cerpen
0 Komentar untuk "Menolong Tidak Butuh Alasan"
Sahabat, silakan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam Karya