Fiksimini berasal dari dua kata yaitu fiksi yang berarti cerita dan mini yang berarti pendek. Jadi Fiksimini adalah cerita pendek. Fiksimini tentunya berbeda dengan cerpen karena pada dasarnya fiksimini merupakan cerita pendek yang alur dan endingnya diserahkan kepada pembaca. Dalam arti pembaca sendiri yang menyimpulkan bagaimana tafsir akan cerita tersebut.
Dalam fiksimini tentunya penulis dan pembaca akan berbeda dalam menafsirkan. Ya jelas dong. Karena adanya kebebasan bagi pembaca untuk berkhayal tentang cerita yang diberikan oleh penulis. Makanya fiksimini sangat pendek sekali dan gunakan tata bahasa yang menarik, alur yang indah. Fiksimini akan menarik jika mengandung unsur cerita yang mendalam. Anda mau bikin fiksimini lucu, kritik, pengalaman, nakal dan lain-lain. Semua itu bebas. Kembangkan kreasimu dan belajar berpikir beda.
Namun ada fiksimini yang sangat pendek sekali dan mengandung makna yang sangat dalam. Fiksimini berikut saya copy dari blog agusnoorfiles.wordpress.com. Berikut contohnya :
@AndyTantono
SEHABIS NONTON PERTUNJUKAN SULAP“Ma, lihat aku bisa menghilangkan kelingkingku seperti pesulap tadi” jawabnya sambil menggenggam pisau.
Fiksimini bukan sekedar menulis cerita dalam kalimat pendek. tetapi ia adalah sebuah pergulatan untuk menemukan plastisitas kisah, yang membuat fiksimini itu memberi kita ruang imajinasi yang luas. Kisah itu sendiri boleh “sekelebat”, tetapi ia merangsang kita, sebagai pembaca, untuk berimajinasi dan mengembangkan kemungkinan-kemungkinan tafsir. Kelebatan kisah itu, menjadi semacam rangsangan bagi pembaca untuk menafsir memecahkan teka-teka di dalamnya.
Fiksimini “Sehabis Nonton Pertunjukan Sulap” @AndyTantono, adalah contoh yang baik untuk itu. Dalam satu kalimat, kita sudah langsung terbayang kejadian: seorang ibu dan anaknya yang mungkin saja baru saja menyaksikan pertunjukan sulap. Kita tak tahu: pertunjukan sulap apakah itu? Dan justru karena itulah kita jadi terangsang untuk membayangkan pertunjukan sulap seperti apakah yang ditonton si ibu dan anaknya itu. Sampai kita kemudian terhenyak dengan “jawaban” si anak: “Ma, lihat aku bisa menghilangkan kelingkingku seperti pesulap tadi”. Dari jawaban si anak itu, terbayanglah bermacam adegan: mungkin si pesulap tadi memotong tibuhnya, menghilangkan kepalanya atau melakukan atraksi lain yang begitu mempesona si anak, hingga bocah itu ingin menirunya: ingin seperti si pesulap yang ditontonnya, ingin menghilangkan kelingkingnya.
Bagaimana cara sibocah melakukan “trik” sulapnya? Kita tak pernah tahu. karena kita hanya bisa membayangkannya lewat kalimat ini: “jawabnya sambil menggenggam pisau”.
Perhatikan pemakaian kata “jawab” itu. Ini efektif sekali: kita jadi seperti mendengar pertanyaan Mamanya pada bocah itu. Inilah yang saya sebut dengan “ruang kosong yang merangsang imajinasi” pembaca, sebagai salah satu pesona fiksimini. Tanpa ada kalimat pertanyaan dari Mamanya, saya seperti “mendengar suara Mamanya yang bertanya renyah pada si bocah”. Terbayang ibu muda yang cantik, yang begitu sayang pada anak semata wayangnya, dan mereka baru pulang dengan hati riang setelah menaksikan pertunjukan sulap. Suasana yang penuh kebahagiaan itu, ditohok oleh kenyataan: bahwa anaknya meniru adegan situkang sulap yang ditontonnya dengan cara menghilangkan kelingkingnya!
Dengan cara apa si bocah itu menghilangkan kelingkingnya? Kita tak pernah tahu. Karena kita hanya bisa menduga-duga ketika si anak itu “menggenggam pisau”. Apakah bocah itu memotong kelingkingnya dengan pisau itu? Ya, itulah yang terbayang dalam imajinasi kita: bagaimana si bocah telah memotong kelingkingnya dengan pisau yang digenggamnya itu. Kita terbayang adegan itu, kita pun merasa ngeri dan sekaligus takjub!
@AndyTantono, dalam fiksimini itu, sangat berhasil mensugesti kita untuk membayangkan adegan “memotong kelingking dengan pisau” itu. Tapi benarkah itu? Jangan-jangan, itu haya ada dalam imajinasi kita!! Inilah misterinya. Inilah pesonanya.
Ya, dari jawaban si anak kecil itu, kepala kita memang dipenuhi imaji mengerikan: bagaimana pisau yang “digenggam bocah itu”, sebelumnya dipakai buat memotong kelingkingnya, karena ia ingin meniru adegan sulap yang ditontonnya. Imajinasi itu ada dalam kepala kita sebagai pembaca, dan fiksimini itu “hanya menjadi api kecil pelentik imajinasi”, karena memang tak eksplisit mengisahkan adegan itu. Tapi, bagaimana kalau pisau itu memang “hanya digenggam” si bocah, tak dipakai buat memotong (karena adegan meotong denan pisau itu hanyalah yang kita bayangkan)? Dengan cara apa si bocah itu memotong kelingkingnya? Sementara kita terus dihantui berbagai pertanyaan dan kemungkinan, kita tetap saja bergidik membayangkan darah yag menetes-netes dari kelingking si bocah itu.
Tag :
Definisi dan Contoh
0 Komentar untuk "Apa itu Fiksimini?"
Sahabat, silakan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam Karya