Berkaryalah sebelum kesempatan itu hilang dari hidupmu

Dengan Menulis Maka Aku Ada


Berangkat dari sebuah buku yang berjudul “Aku Menulis Maka AkuAda” karangan H. Zainal Arifin Thoha kemudian aku berniat untuk belajar menulis. Buku “Aku menulis maka aku ada” merupakan pernyataan filsafat yang sarat makna. Makna yang terkandung adalah penulis akan selalu ada dengan tulisan yang mereka ciptakan walaupun sudah tiada nantinya. Buku tersebut sangat menginspirasi dan setidaknya membuka jalan bagiku untuk memulai sesuatu yang baru.

Pertama kali yang aku lakukan untuk menulis adalah niat yang tulus untuk bisa menulis. Kemudian browsing di internet dan mencari berbagai informasi tentang dunia kepenulisan. Kata kunci yang aku ketik tentunya berkaitan dengan kepenulisan : bagaimana belajar menulis bagi pemula, cara menulis dengan baik, dan lain sebagainya. Selanjutnya aku amati dan mempelajari bagaimana langkah awal menjadi penulis sampai dengan membaca profil penulis yang telah berhasil dengan segudang prestasi disandangnya. Puluhan buku juga sudah diterbitkan. Tidak hanya itu, buku-buku mereka juga best seller dan bisa menjadi profesi baginya dengan karya-karya yang dihasilkan.

Beberapa hari aku bergelut dengan internet dan beberapa artikel aku baca dan pahami. Bagiku membaca melalui media internet merupakan pelajaran yang mengasyikkan karena banyak sekali artikel yang bisa dijadikan referensi. Bukan hanya dari internet. Aku kemudian  mencoba membeli beberapa buku yang tentunya menarik. Aku pahami kosakata, tatabahasa dan pesan yang disampaikan. Menjelang tidur pun  aku meluangkan waktu untuk membaca, sekedar untuk menemani mimpi indahku nantinya. Satu bulan berlalu aku belajar dan memahamai karakter dasar menulis. Event  ataupun lomba menulis belum aku ikuti. Tetapi setelah satu bulan aku kemudian mencoba memberanikan diri belajar secara nyata dari para penulis yang mengikuto lomba ataupun event melalui media :  website, FB, twitter dan media sosial lainnya.

Tulisan mereka yang diikutkan dalam lomba bagus-bagus. Hal ini juga yang kemudian menginspirasiku mengapa mereka bisa tetapi saya tidak? Mungkin karena aku masih awal dan belum tahu tentang dunia kepenulisan. Tetapi kuyakin suatu saat bisa seperti mereka. Aku kemudian membaca beberapa artikel yang dilombakan. Karena setidaknya jika aku mengikuti lomba menulis maka aku akan dipaksa untuk menulis dan menuangkan ide dalam bentuk tulisan. Berawal dari itu maka secara tidak langsung aku akan berlatih menulis. Informasi mengenai lomba menulis tersebut aku dapatkan dari website dan beberapa akun facebook.

Beberapa event mengenai lomba menulis aku baca dengan beberapa syarat yang telah ditentukan oleh admin. Aku bergabung dengan grub tersebut dan terdapat banyak penanggung jawab (PJ) event dengan tema yang berbeda-beda. Masing-masing PJ nya pun berbeda. Tetapi bukan dari situ awal kali aku menulis, aku membuka website yang menyajikan lomba menulis surat. Dari wesbite tersebut aku membaca beberapa persyaratan dan ketentuan yang diberikan. Berangkat dari website tersebut aku memiliki keinginan kuat untuk menulis dengan mengikuti lomba. 

Lagi-lagi aku membaca beberapa komentar dari  beberapa penulis pemula. Mereka umumnya tidak percaya diri untuk mengirim naskah. Tetapi admin cukup bijaksana. Kirim saja naskahnya, nanti masalah lolos apa tidak yang terpenting kamu sudah berusaha. Kemudian jangan berhenti untuk terus berlatih. Lama-kelamaan tulisanmu akan baik juga. Begitu pesan yang disampaikan. Dari situ aku memiliki keyakinan yang semakin kuat. Aku sama sekali tidak berkomentar apa-apa pada media sosial. Mau berkomentar apa? Mau ngetik saja masih takut. Aku kemudian hanya membaca beberapa komentar dari sahabat-sahabat pada group tersebut. Ada juga yang mengirim link blognya, ada juga yang minta like karena sedang mengikuti event. Aku baru tahu begini kuatnya kompetisi dalam menulis. Karena semakin lama dunia kepenulisan menjadi sesuatu yang sangat menjanjikan. Bermodalkan kerja keras dan keinginan yang mengebu untuk menjadi penulis  maka jalan itu tidak sulit bagi mereka. Sedangkan aku? Kenal menulis baru sebentar.

Langkah selanjutnya aku mulai mengetik naskah yang akan aku ikuti. Dengan persyaratan yang telah ditetapkan tentunya. Hal yang aku lakukan sebelum menulis adalah mengatur ketentuan naskah ; di tulis dengan font apa, margin berapa, jarak spasi dan panjang maksimal naskah. Itu yang menjadi dasar aku menulis. Karena jika ketentuan itu tidak aku indahkan maka ketika tulisan aku sebagus apa pun berhak untuk didiskualifikasi karena tidak sesuai aturan yang telah diberikan. Tetapi terkadang ada juga yang di komputer kita sesuai dengan aturan tetapi di komputer lain bisa berbeda. Kalau demikian, masalahnya terdapat pada komputer, bukan pada kita.

Kembali ke tema tulisan pertama. Setelah membaca dan mengikut aturan yang telah diberikan kemudian  aku ketik naskah kata demi kata. Tetapi aku sangat kesulitan sekali merangkai kata. Bagaimana tidak? Tatabahasa saja belum begitu paham, kosakata juga masih sedikit. Tetapi setidaknya ada keberanian yang aku sematkan dalam diri untuk mengikuti event tersebut. Jika tidak sekarang kapan lagi aku bisa menulis dan sejauh mana aku bisa menilai tulisan aku itu layak dan enak dibaca atau tidak. Naskah kemudian aku ketik berhari-hari. Dan itu pun baru beberapa paragraf. Terkadang diam sejenak untuk mencari ide dan menyegarkan otak sambil sesekali membenarkan tulisan yang salah ketik. Kemudian berhenti karena sudah blank mau nulis apa bingung. Hari berikutnya juga demikian. Aku melanjutkan naskah dengan ide yang baru. Beberapa paragraf yang telah tertulis kemarin aku hapus. Sia-sia tulisan aku. Tetapi bukan itu masalahnya. Aku ingin menulis dengan maksimal dan minimal aku sendiri enak membaca. Jika aku sendiri saja belum nyaman dengan tulisan aku, bagaimana dengan orang lain?

Dengan menulis setidaknya bisa melatih aku untuk belajar mengetik cepat dan melatih otak untuk menuliskan ide yang ada dalam bentuk rangkaian kalimat yang enak dibaca dan mudah dipahami. Karena aku merasa tidak nyaman jika tulisan aku bagus dan menggunakan bahasa tinggi tetapi pembaca tulisan aku jadi bingung dan bahkan malas membaca lagi. Jika demikian maka tulisan aku hanya menjadi sampah. Setelah seminggu tulisan aku jadi. Kemudian aku edit, baca, edit lagi. Sampai beberapa kali membaca sambil mencari kalau ada tulisan aku yang salah ketik. Masalah EYD aku belum begitu mengerti, tetapi aku tetap berusaha mencari referensi dari  internet apakah kosakata yang aku gunakan sesuai EYD atau tidak. Bagi aku yang terpenting adalah aku sudah berusaha maksimal. Setelah yakin tulisan aku enak dibaca aku berencana mengirim pada event tersebut.

Moment mengirimkan naskah pengalaman menulis pertama akan aku kirimkan pada event tersebut. Aku membuka email kemudian aku ketik alamat yang akan dituju. Naskahnya aku lampirkan sesuai dengan syarat yang ditentukan. Karena tidak boleh mengirim naskah melalu badan email. Aku kemudian bimbang antara mengirim dan tidak. Pikiran yang mengganggu aku pada saat itu adalah bagaimana jika naskah aku paling buruk di antara peserta yang lain. Bagaimana jika ada 51 peserta dan diambil 50 naskah terbaik untuk dibukukan dan 1 yang tidak lolos adalah aku. Dilema muncul. Tidak ada keberanian sedikit pun untuk mengirim naskah tersebut. Akhirnya aku urungkan. Aku tutup email dan laptop. Sudahlah aku belum punya keberanian untuk mengirimnya. Aku merenung kemudian tidur.

Hari berikutnya niat aku untuk mengirimkan naskah tersebut muncul kembali dan tekad aku sudah bulat untuk mengirimkannya. Karena untuk apa aku menulis jika hanya untuk aku sendiri.  Biarlah naskah aku nantinya mau dicela atau dikritik seperti apa. Prinsip aku hidup di dunia nyata harus berani menghadapi kenyataan. Jika tidak maka jangan hidup. Tulisan hanyalah sebuah tulisan dan akan menjadi tdak berguna jika tidak ada yang membacanya. Lalu aku membuka email kembali. Aku ketiak alamat email yang akan dituju serta naskahnya aku lampirkan. Bismillah-send. Hal itu cepat aku lakukan, karena jika aku ragu maka akan terjadi kebimbangang seperti kemarin dan aku tidak jadi mengirimkan naskahnya. Setelah itu aku tutup mata dan telinga. Dalam arti biarlah naskah aku akan menjadi seperti apa. Yang terpenting aku memiliki keberanian untuk mengirimkannya.
Hari-hari berlalu. Update peserta di umumkan. Nama aku tercantum dari puluhan penulis yang telah mengirim naskahnya. Dengan judul yang beragam tentunya. Hati aku cukup senang nama aku tercantum dalam tulisan peserta walaupun judul yang mereka buat lebih menarik.  Aku kembali  melupakan naskah aku. Ya. Memang harus aku lupakan. Untuk apa aku mengingat bagaimana nasib naskah aku. Jika terus mengingat maka yang muncul adalah ketakutan dan kecemasan akan tulisan aku tersebut. Setelah beberapa hari aku sengaja tidak membuka event tersebut. Karena aku tidak ingin mengetahui informasi apa yang ada di sana. Aku belum siap.  Aku akan membukanya kembala setelah ada pengumuman.

Tibalah saat-saat yang menegangkan. Aku buka kembali pengumumannya. Pada judul di atas tertulis 10 peserta yang lolos dan kemudian akan dipilih 3 terbaik. Pelan-pelan aku scroll mouse ke bawah dan tidak terduga nama aku masuk dalam 10 peserta yang lolos.  Alhamdullillah. Pengalaman menulis pertama bisa terlewati.  Perasaan bangga, tak percaya dan bahagia menjadi satu. Kemudian aku tunggu lagi 3 hari ke depan karena di sana nantinya ada pengumuman 3 pemenang. Tepat hari yang ditunggu telah tiba, aku membuka kembali pengumuman tersebut dan terdapat tulisan the winner is … : Aku pelan-pelan mengamati dengan seksama. Siapa yang menjadi pemenang 3 besar. Di luar prediksi aku, nama aku menjadi pemenang pertama lomba menulis surat yang berujdul “Di Negeri itu Impianku Akan Berlabuh”. Syukur tiada terkira kepada Allah SWT yang selalu mengabulkan doa hambanya yang mau berusaha. Pengalaman menulis pertama aku berakhir dengan indah.  Bagi aku,  kuncinya adalah latihan menulis dan terus berjuang tanpa kenal lelah disertai banyak membaca dan rajin mencari referensi untuk bahan menulis. Karena dengan membaca aku mengerti gaya bahasa, kosakata, pesan yang disampaikan dan tulisan yang digunakan oleh para penulis. Itu semua menjadi  parameter bagi aku untuk lebih terampil dalam menulis.

Tulisan di atas merupakan pengalaman pertama menulis dan langkah awal bagaimana aku bisa menghargai kehidupan ini. Karena dengan menulis aku bisa hidup sampai kapan pun.  Akhirnya beberapa bulan ini aku terus belajar menulis dan berlatih. Namun ketika tugas kuliah menumpuk seringkali membuat mood aku hilang dan enggan menulis. 3 bulan yang berharga buat aku. Jujur, ketika aku menulis naskah ini, aku baru  saja gagal event yang menurut aku sangat menarik. Aku sangat kecewa tetapi aku berbesar hati, mungkin tulisan aku memang belum layak diterbitkan. Ketika usaha dan doa sudah maksimal maka yang terakhir adalah berusaha bersabar dan menerima apa pun hasil akhirnya. Walaupun naskah aku belum lolos, setidaknya ini  menjadi pengalaman berikutnya buat aku agar terus berbenah. Kemenangan awal jangan menjadi bumerang bagi aku untuk lomba berikutnya.  Jangan pernah putus asa, masih ada jalan lain untuk terus menuangkan ide dan gagasan aku dalam bentuk tulisan. InsyaAllah event-event berikutnya aku bisa kembali ikut dan menghiasi buku-buku bersama para penulis yang hebat.

Baru 3-4  bulan ini aku mengarungi dunia kepenulisan dan terasa sangat menyenangkan karena aku bisa menuangkan ide dalam pikiran dalam bentuk tulisan. Setidaknya jika tulisan aku masih compang-camping dan belum enak dibaca maka aku bisa menertawakan tulisan aku sendiri dulu. Kemudian aku akan terus belajar menulis dengan tema yang beragam dan mengembangkan tulisan aku agar lebih baik dan kreatif. Semoga di lain waktu aku bisa menerbitkan buku sendiri dan menjadi buku best seller. Tentunya buku yang bisa memberi manfaat bagi orang lain.



0 Komentar untuk "Dengan Menulis Maka Aku Ada"

Sahabat, silakan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam Karya

Back To Top