Welcome to the
jungle. Begitulah sapaan hangat yang terucap dari tutor ketika
saya memasuki camp di mana para
pelajar menimba ilmu bahasa Inggris. Kampung yang sering mendapat sebutan “Kampung
Inggris”, tetapi ada juga yang menyebutnya “Kampung bahasa”. Kampung Inggris
berada di Kabupaten Kediri kecamatan
Pare. Tepatnya di Desa Tulung Rejo. Mengapa
mendapat sebutan kampung Inggris? Karena di sana terdapat 80 lebih tempat
kursus yang menawarkan berbagai program : speaking,
pronunciation, grammar, conversation, dan lain sebagainya. Kurang lebih 2 bulan saya tinggal di sana maka sedikit
banyak bisa merasakan bagaimana kondisi dan metode balajar yang ada. Warna kehidupan di sana jelas berbeda
dengan apa yang saya jumpai selama ini. Mereka belajar tidak kenal waktu. Pagi,
siang, sore dan bahkan sampai larut malam. Mereka yang tinggal di camp biasanya bangun pukul setengah lima
karena harus menunaikan sholat subuh berjama’ah. Jika tidak berjama’ah maka
akan dikenakan punishment (hukuman). Tidak
semua camp menerapkan demikian,
tetapi mayoritas sudah menerapkan hal-hal seperti itu. Setelah sholat subuh, ada
program pagi di camp. Programnya
masing-masing camp terkadang berbeda,
ada yang menghafal vocabulary, ada
yang belajar grammar, ada yang belajar
pronunciation dan lain sebagainya.
Setelah selesai program di camp
dilanjutkan dengan mengikuti program di tempat-tempat kursus yang ada di
sekitarnya. Menjelang sore kami pulang untuk sholat maghrib berjam’ah dan ada
lagi program malam. Begitulah aktifitas sehari-harinya. Nuansa kebahagiaan dan ketakjuban yang tidak
bisa terlupakan. Bagaimana mana tidak? Pada camp
yang saya tempati, ada moment special yang
tak terlupakan. Pada awal memperkenalkan
diri, saya harus memanjat pohon mangga yang sudah ditebang separuh. Dengan percaya diri pada pendatang berkenalan
dengan penghuni camp. Mereka semua
ramah-ramah, suasana keakraban menjadikan kami semua tak akan pernah lupa
masa-masa itu. Saya sedih jika
mengingat indahnya kebersamaan yang ada waktu itu, setiap malam kami diskusi
tentang kehidupan, masa depan, pelajaran
hari itu dan hal-hal lain yang mencerahkan. Kampung bahasa penuh dengan nuansa
keakraban, religius, semangat bekerja keras dan semangat persahabatan. Tidak
hanya itu, bagaimana setiap pagi kami semua akan iuran uang Rp. 3000,- kemudian
dibelikan nasi bungkus dengan lauk tempe goreng dan bakmi. Kami kemudian
berkumpul di depan halaman camp dan
dibentangkan daun pisang. Disitulah kami menikmati indahnya kebersamaan
bercampur haru dan bahagia. Masa itu selalu ada dalam kenangan. Di mana setiap berangkat kursus kami akan naik sepeda
bersama. Karena di sana banyak sekali yang menyewakan sepeda dengan harga
terjangkau. Setiap bulan kisaran 50
ribu. Kami naik sepeda bersama sahabat-sahabat yang berasal dari berbagai
daerah. Sore harinya kami jalan-jalan menuju masjid agung An-Nur. Masjid besar
nan indah yang berada di kecamatan Pare. Malam harinya kami menjumpai para
pendatang sedang diskusi menggunakan bahasa Inggris, terdengar juga camp sebelah sedang menghafal bahasa
arab. Kok bisa ada bahasa Arab? Ya. Di Desa Tulung Rejo tidak hanya menawarkan
kursus bahasa Inggris saja, tetapi berbagai kursus bahasa yang lain ; Arab,
Korea, Jepang, Jerman dan lain sebagainya. Desa yang melahirkan para generasi
yang cerdas. Sehingga wajar jika turis datang ke sini hanya untuk menikmati
keindahan kampung bahasa. Desa yang bisa dijadikan teladan untuk desa lainnya. Desa
yang pantas menjadi desa terbaik di negeri ini. Di sana saya benar-benar menemukan kehidupan yang belum pernah saya dapati dimanapun. Suasana
belajar pun banyak yang di alam terbuka. Sehingga kita bisa bersahabat dengan
alam. Betapa indahnya kebersamaan itu. Sahabat-sahabat di sana merasa saling
memiliki. Teachers dengan segala
kesederhanaan dan kerendahan hatinya. Ada yang mengajar menggunakan kaos oblong
dan ada juga yang menggunkan sarung. Kampung bahasa membentuk manusia bukan
hanya dari tampilan luarnya saja. Tetapi bagaimana membentuk karakter manusia
agar bisa menghargai kehidupan. Belajar tidak harus formal, tetapi mengerti dan
paham akan apa yang dipelajari. Ajaklah alam menjadi sahabat kita. Semua yang
kita jumpai bisa menjadi guru buat kita. Kenangan
di kampung bahasa menjadikanku lebih rendah hati. Awal mulanya sedih dan tak rela meninggalkan kampung
itu. Tetapi demi masa depan, saya tetap berjuang melanjutkan perjalan hidup. Kampung
bahasa menjadi cerminan bagi saya untuk desaku nantinya. Tiada lagi kesedihan
yang berlarut-larut. Karena hidup mudah itu kita yang membuatnya mudah. Hidup
akan terasa susah karena kita yang membuat susah. Saya rindu kampung yang
demikian. Saya memiliki mimpi semoga desa kecil saya di Jambi bisa menjadi
kampung seperti kampung Tulung Rejo. Semoga moment kebersamaan yang dulu saya
dapati di sana terajut kembali dalam
nuansa yang lebih indah. Kampung bahasa tidak pernah meninggalkan kenangan, tetapi kerinduan akan pelajaran
kehidupan yang mendalam. Semoga kelak saya bisa merajut mimpi untuk menemukan indahnya
kebersamaan itu kembali.
Tag :
Catatan
0 Komentar untuk "Memaknai Kehidupan di Kampung Bahasa"
Sahabat, silakan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam Karya