Berkaryalah sebelum kesempatan itu hilang dari hidupmu

Mengapa Naskahmu Kami Tolak (Season 2)

"Maaf, naskah Anda belum bisa kami terbitkan. Kami tunggu karya Anda selanjutnya."

Ada yang pernah menerima kalimat #nyesek itu?


Walau tidak sepahit ditolak calon gebetan, naskah yang ditolak penerbit tetap saja bikin nyesek. Udah capek-capek nulis, eh ditolak! Huhfh *mukanya diimut-imutin kayak Steven William lagi nawar cireng* Sebenarnya, apa sih yang membuat sebuah naskah diterima dan naskah lain ditolak? Nah ini yang mau mimin tanyain di #RabuEditing kali ini. Yuk ikut main ke redaksi yuk.

Kita menulis naskah buku tentunya dengan harapan agar naskah itu diterbitkan dan dibaca (syukur-syukur bermanfaat bagi) banyak orang. Sayangnya, sebagaimana pernyataan cinta, ada naskah yang diterima dan ada pula naskah yang ditolak. Mengapa bisa begitu? Bisa saja sih, la wong wajah yang pas-pasan saja risiko ditolak, apalagi naskah yang garapnya juga pas-pasan (alias pas niat garap, pas ngak niat ya nggak digarap)

Dalam #RabuEditing hari ini, MinCob mau tanya-tanya usil sama para editor @divapress01 sebagai ujung tombak penerimaan naskah. Sebelumnya, Mimin cuma ingin bilang bahwa penolakan adalah sesuatu yang wajar dan normal dalam kehidupan. Semua mengalaminya. Wahai, ketahuilah, bahwa mencoba dan ditolak, itu jauh lebih baik ketimbang tidak mencoba karena takut ditolak. Plongnya beda. Yang jomblo akut pasti tahu uwooooo (*setelin lagu The Rain). 

Penolakan harusnya disikapi secara positif, sebagai cerminan diri bhwa kita belum berusaha lebih keras atau belum mencoba beberapa kali lagi. Dalam hal pengiriman naskah buku, hampir semua penulis besar pernah mengalami pahitnya penolakan oleh penerbit. Dan, mereka tidak menyerah. Tahu nggak? Kamar Stephen King dipenuhi dengan tempelan surat penolakan dari penerbit sampai-sampai ibunya sendiri malu. Tapi Stephen King tidak! Surat-surat itu sengaja ditempel memenuhi dinding kamarnya sebagai pemacu semangat agar dia menulis lebih baik dan lebih baik lagi. Naskah Harry Potter pun sempat mengalami penolakan di belasan penerbit. JK Rowling bahkan harus berkeliling menawarkan naskah itu. Ini naskah Harry Potter loh, bukan Heri Muter!! Dibutuhkan waktu sekitar satu tahun sampai akhirnya naskah Harry Potter diterima dan akhirnya diterbitkan. Ini karena Rowling tidak menyerah. 

Faktanya, Naskah Harry Potter pernah ditolak 14 penerbit sebelum akhirnya diterbitkan. Bayangkan, 14 PENERBIT CUY!!!! Naskah Carrie karya Stephen King juga pernah ditolak sebanyak 30 kali, sementara 'A Time to Kill' John Grisham ditolak 45 kali! Penulis Fahrenheit 451, Ray Bradbury malah pernah ditolak 800 KALI oleh penerbit sebelum naskah pertamanya diterbitkan. 800 KALI, GUYS!!!!!! Bedanya, para penulis besar ini tidak kalah oleh penolakan. Mereka terus maju sambil memperbaiki naskahnya. Mereka tidak menyerah.

Nah, lihat kan, bagi seorang penulis besar, penolakan bukanlah hal besar. Penolakan itu sesuatu yang wajar dan normal. Kalem aja, lanjut! Tidak apa-apa jika naskahmu ditolak penerbit. Mungkin belum jodohnya atau mungkin perlu diperbaiki sedikit. Santai saja sih. Nyeseknya mungkin sakit, tapi hanya sebentar. Setelahnya, nyesek banget hahaha nggak ding. Nah, ini Mimin juga penasaran sih sebenarnya apa yang membuat penerbit menolak suatu naskah. Maka, ayo kita tanyakan dalam #RabuEditing 

Halo, Kak editor kece | Elu, Min. Ada apa? | Ini, MinCob mau tanya-tanya boleh? | Kamu ditolak. Saya sudah punya suami!!! | (ˇ_ˇ'!!)

MinCob: Sebenarnya, apa yg membuat sebuah naskah ditolak?
Editor: Ada beberapa hal. Kayak cintaku padamu, cuma beberapa.
MinCob: ("-__-)
Editor: Pukpuk MinCob. Nah ini dia 4 alasan mengapa naskahmu tertolak!!!!

(1) Naskah ditolak karena tidak sesuai dengan jenis buku yang diterbitkan penerbit #RabuEditing
Maksudnya gimana, Min? Singkatnya, kamu mengirimkan naskah novel ke penerbit buku pertanian. Jiah, jelas saja langsung ditolak karena memang bukan bidangnya. Perhatikan bahwa setiap penerbit telah memiliki pola dan ciri khasnya sendiri dalam menerbitkan buku. Tidak semuanya sama. Ada penerbit yang khusus menerbitkan buku agama, khusus buku motivasi, khusus buku sastra, khusus buku filsafat, dan lain-lain. Ada pula beberapa penerbit yang memang menerima berbagai jenis naskah, kayak @divapress01. Tapi, novel libur dulu hehehe. Sebelum mengirimkan naskahmu, kamu harus selidiki dulu buku-buku apa saja yang diterbitkan oleh penerbit tersebut. Setidaknya, googling lah. 

Kalian punya smartphone buat apa sih kok googling aja males? | Buat chattingan, Min | Hadeh (˘o ˘") | Sama buat ikut kuis #bukuDIVA *plaks


Seperti cari jodoh, setiap penerbit tentu punya kriteria dari buku-buku yang akan mereka terbitkan. Penulis jangan malas cari tahu ya. Selain googling, bisa cek di toko buku atau tanya-tanya ke akun medsos penerbit bersangkutan. Ada internet broh, gampang kalau mau usaha. Sekali lagi, perhatikan benar kemana kau hendak mengirimkan naskahmu. Pastikan bahwa penerbit itu memang menerbitkan naksah jenis itu. Jadi, kalau naskah novelmu ditolak penerbit buku pertanian, kamu jangan kemudian mengutuk-ngutuk semesta dan nyinyir di medsos. Salah siapa?

(2) Naskah ditolak karena tema atau isi naskah sudah terlalu banyak di pasaran #RabuEditing
Dunia buku itu dinamis kayak metabolisme MinCob. Bulan ini trennya buku kesehatan, besok novel komedi, besoknya lagi buku motivasi. Suatu saat, buku personal literature ala comedy sedang naik daun, maka membanjirlah buku-buku sejenis di pasaran. Banyaknya buku dengan tema sama ini tentu membuat pembaca jenuh. Gitu lagi gitu lagi. Kesannya seperti meniru dan nggak punya ide baru. Contoh lain adalah novel-novel bertema cinta, di toko buku sudah berjibun banyaknya. Apalagi kalau ceritanya begitu-begitu saja. Bosan kan? 

Penerbit mencari sesuatu yang tidak pasaran, yang unik, yang fresh, yang baru. Meskipun itu sesuatu yang lama tapi ditulis dengan cara baru. Kayak buku motivasi meraih sukses misalnya, banyak sekali di toko. Tapi yang menjadi bestseller adalah yg cara penyajiannya beda, dan BARU! Seorang penulis dituntut untuk bisa menyajikan hal-hal yang lama dengan cara yang BARU. Atau, menuliskan sesuatu yang benar-benar BARU. Kata kuncinya adalah BARU. Jika naskahmu memiliki sesuatu yang BARU di dalamnya, yang tidak pasaran, penerbit pasti tertarik. Tulislah sesuatu yang baru, yang belum atau jarang ditulis sebelumnya. Kemungkinan naskahmu dilirik editor akan semakin besar. Kalau belum bisa, cobalah menuliskan kembali apa-apa yang sudah ada dengan cara yang baru. Be creative! Misal, buku tentang manfaat puasa kan sudah banyak ya, tapi kalau ditulis dengan cara BARU seperti ini kan jadi asyik 


Semoga sudah bisa ditangkap ya inti dari poin (2) ini. Bikinlah naskah yang baru, nggak pasaran, atau yg ditulis dengan cara baru. Siap? Gimana cara nulis sesuatu yang baru/dengan cara baru? Jawabnya, jadilah kreatif, banyak baca dan mengamati, banyak nulis juga plus berdoa. 

(3) Naskah ditolak karena ketinggalan zaman alias sudah tidak hits lagi #RabuEditing
Penerbit juga bisa menolak naskah yang temanya sudah tidak nge-tren lagi, tidak hits lagi, alias telat beberapa tahun. Seperti tren busana, pasar buku juga begitu. Menjelang liburan mungkin novel. Selama bulan puasa adalah buku religi, dll. Tahun 2010-an, pasar buku Indonesia sempat diramaikan oleh novel-novel religi. Lalu ganti lagi ke novel konspirasi, sekarang romance mungkin. Jika penulis telat mengirimkan naskahnya, misalnya naskah tentang "Kiamat 2012" dikirimnya Januari 2015, ya jelas saja ditolak, cuy. Atau, penulis mengulas tentang teknik "mengoprek handphone symbian" padahal zamannya sudah android gini. Ketinggalan lagi, bos! 


Lebih amannya, tulislah sesuatu yang everlasting, yang selalu dicari di pasaran, selalu dibutuhkan kayak buku agama. Buku anak dan buku materi pendukung pelajaran juga cenderung selalu dicari di pasaran. Kenapa tidak mencobanya? Selain kreatif, penulis diwajibkan untuk selalu kekinian, yakni selalu mengetahui kabar terkini dunia. Jangan seperti katak dalam tempurung. Pergilah ke dunia luar, berjalan-jalan, berselancar di dunia maya, baca artikel-artikel bermutu (jangan artikel gosip melulu), kekinianlah! Sering-sering juga ke toko buku (walaupun nggak beli, yeah I know) atau ngepoin medsos penerbit-penerbit untuk mengetahui buku2 baru. Sesekali main-main juga ke @goodreads (http://goodreads.com/ ) untuk tahu kabar seputar buku sedunia serta buku apa yg lagi/akan jadi hits. Paling penting nih, banyak-banyak membaca. Penulis sebaiknya membaca karya penulis lain sebagai sarana belajar dan sumber inspirasi. Siap?

(4) Naskah tidak diterima karena hal-hal terkait teknik dan teknis penulisan yang tidak sesuai kriteria penerbit #RabuEditing

Judulnya saja udah begini, gimana mau diterima!!!?

p3n9412uH  Ib4dAh bAgI KeCant1k4n W4jAh

Naskah bagus tapi ditulisnya acak-acakan, melanggar aturan baku dalam EYD, sama sekali tidak bisa terbaca; biasanya juga ditolak penerbit. Dalam setiap #RabuEditing, Mimin selalu mewanti-wanti agar penulis seenggak-enggaknya kudu punya buku EYD yang murah tapi dahsyat itu. Sudah beli belum? Penulis harus memperhatikan tatanan tulisannya. Kenapa, karena penulis adalah agen bahasa, dia turut bertanggung jawab menjaga bahasa agar tidak rusak. Dimulai dari tulisannya sendiri. Bahkan novel remaja yang taat pada aturan EYD jauh lebih enak dibaca ketimbang yang ditulis 'sakkarepe dewek' alias 'semwau gwa, apa loe?'

Editor itu paling ilfil kalau sudah ketemu naskah alay, banyak typo, dan bahkan menggunakan huruf kapital saja belum beres. Kalau sudah ilfil, naskah alay gitu biasanya dibuang atau kalau enggak disisihkan dulu jauh-jauh. Lihatnya kapan-kapan nunggu tanggal muda. Ok, memang target pembacamu remaja yang dinamis dan nggak kaku. Tapi bukan berarti tulisanmu jadi ikut 4lAy dan 53maU 9u3. Tentang "nggak" atau "gak", "gue" atau "gua" itu masih bisa dikompromikan. Tapi tidak dengan "ciyus, miapah, warbyasa, dan lutuna." Tidak ada ampun! 

Ada juga naskah yang ditolak karena alasan teknis "jumlah halaman yang kurang atau melampaui." Perhatikan hal ini benar ya DIVAmate. Kalau syarat naskah adalah 150 - 200 hlm, maka taatilah. Lebih atau kurang dikit tidak apa-apa (misal 145 atau 210 hlm) tapi jangan 300 hlm. Setiap penerbit sudah memiliki kebijakan sendiri tentang jumlah halaman ini. Ini terkait pertimbangan biaya, produksi, marketing dll. Bukannya kejam atau ribet, tapi jumlah halaman ini sudah menjadi kebijakan penerbit yang bersangkutan terkait banyak hal lainnya.

Jadi, kalau kamu tetap ngeyel masukin naskah 300 halaman padahal batas maksimalnya hanya 200 halaman, ya siap-siap saja ditolak. Kalau memang tetap keukeuh 300 halaman, pindahkan ke penerbit lain yang memang mau menerima naskah setebal 300 halaman. Sederhana kok. Toh penerbit di Indonesia nggak cuma satu. Lebih absurd lagi kirim naskah novel ke penerbit yang sedang tidak menerima naskah novel. Mimin sampai capek loh jawabnya *curhat dikit.Kesalahan teknis lain terkait penulisan yang membuat naskah gagal diterima bisa dibaca di http://blogdivapress.com/dvp/category/dunia-menulis/ …

Masih ada beberapa lagi hal-hal terkait teknik dan teknis penulisan yang membuat naskah ditolak. Tapi, itu untuk kesempatan lain. Semoga bermanfaat. 

sumber: https://www.facebook.com/penerbitdiva?fref=ts
Tag : Serba-Serbi
0 Komentar untuk "Mengapa Naskahmu Kami Tolak (Season 2)"

Sahabat, silakan tulis komentar yang membangun, gunakan bahasa yang baik dan sopan. Mari berbagi dalam kebaikan.
Salam Karya

Back To Top